Rabu, 12 Maret 2014

LEMBAR PENGESAHAN

ARCHA BUDHA CANDI BOROBUDUR

Di susun oleh:






Pada tanggal  : ................................................
Di setujui        : .................................................





Wali Kelas




Drs.Uskandi
Nip.196407141993031007

Pembimbing




Drs.Uskandi
Nip. 196407141993031007



Mengetahui :
Kepala Sekolah SMA N 1 PANGANDARAN



Drs.H.Surman M.Pd
Nip.196102041982041005


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala perkenaan dan tuntutan-Nya.Sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ini yang berjudul “ARCHA BUDHA CANDI BOROBUDHUR”. Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan , karna keterbatasan pengetahuan,waktu,dan kemampuan penulis.
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis tidak lepas dari bimbingan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak ,baik berupa moral maupun materil,maka dalam kesempatan ini pula kelompok kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada kelompok kami selama penyusunan karya tulis ini.
Ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Drs.H.Surman M.Pd ,selaku kepala sekolah SMAN 1 Pangandaran
2 .Drs.Uskandi,selaku wali kelas
3. Drs.Uskandi,selaku pembimbing dalam pembuatan karya tulis ini
Semoga segala bantuan dan kebaikan dari berbagai pihak yang kami terima mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.Akhir kata semoga karya tulis yang masih jauh dari kesempurnaan ini ada manfaatnya khusus nya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.

Pangandaran, Januari 2013


Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1     
1.2 Alasan Penelitian ..................................................................................  1
1.3 Permasalahan......................................................................................... 2
1.4 Tujuan dan Kegunaan............................................................................ 2
1.5 Metodologi............................................................................................ 3
1.6 Sistematika Pembahasan........................................................................ 4
BAB II LANDASAN  TEORITIS................................................................ 5
2.1 Letak Geografis..................................................................................... 5
2.2 Latar Belakang  Candi Borobudur........................................................ 6
BAB III PEMBAHASAN MASALAH........................................................ 11
3.1 Waktu Pendirian Archa Budha.............................................................. 11
3.2 Bentuk Bangunan Archa Budha............................................................ 11    
3.3 Usaha Penyelamatan Archa Budha....................................................... 12
3.4 Archa Budha Candi Borobudur di masa sekarang................................ 18
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 20
4.1 Simpulan................................................................................................ 20
4.2 Saran...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan khususnya lulusan Sekolah Menengah Atas maka berbagai cara di lakukan,dalam hal ini maka setiap semester pertama kelas XI di adakan study lapangan . untuk melakukan penelitian ini maka siswa dapat memperoleh pengetahuan yang baru untuk hidup di masyarakat dan berusaha mencari pekerjaan untuk bekal hidupnya.
Adapun selain itu penelitian yang di lakukan setidaknya kita dapat tahu apa yang menjadi pendorong atau motivasi terhadap kita untuk giat belajar.

1.2 Alasan Penelitian
Adapun alasan penelitian Archa Budha Candi Borobudur adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah dan perkembangannya, Borobudur merupakan sejarah peninggalan Kerajaan Majapahit pada jaman Raja Hayam Wuruk , dan perkembangan Borobudur ini terdapat perhatian yang sangat besar baik dari bangsa Indonesia, maupun dari masyarakat Internasional terutama UNESCO.






1.3 Permasalahan
Dalam penyusunan karya tulis ,penyusun tidak dapat menguraikan masalah secara luas dan mendalam,hal ini di sebabkan karna keterbatasan penyusun.
Demikian pula hal ini,penulis dalam menyusun karya tulis membatasi ruang pembatasan lainnya.
Adapun batasan masalah-masalah yang menjadi objek penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Kapankah didirikan Archa Budha Candi Borobudur?
2.      Bagaimanakah bentuk Archa Budha Candi Borobudur?
3.      Bagaimana usaha menyelamatkan Archa Budha Candi Borobudur?
4.      Bagaimanakah keadaan Archa Budha Candi Borobudur?

1.4    Tujuan dan Kegunaan

Maksud di adakan penelitian adalah untuk secara langsung kita dapat melakukan observasi terhadap Arca Budha Candi Borobudur. Ini terdapat di Candi Borobudur dan setiap Arca Bundha ini menceritakan hal yang berlainan, maka dalam hal perawatan dan pelestariannya sangat di perhatikan untuk menjaga keutuhannya.
Tujuan diadakannya penelitian adalah:
-          Untuk menambah pengalaman di bidang penelitian Sejarah Nasional.
-          Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang dunia pariwisata.
-          Untuk mengetahui perkembangan dunia di bidang kebudayaan.






1.5 Metodelogi
Dalam penulisan karya tulis ini penulis menggunakan beberapa metode penulisan antara lain:
1.      Metode Wawancara         
            Merupakan metode melalui tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk mendapatkan pokok masalah yang akan di teliti. Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara dengan seorang pemandu Candi Borobudur di yogyakarta yaitu Bapak Yulianto, sebagai narasumbernya.
            Metode Observasi
              Merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan dan catatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang timbul yang di teliti secara langsung. Dalam hal ini penulis datang langsung ke lapangan tempanya di Candi Borobudur.
2.      Metode Studi Pustaka
Merupakan metode pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan menggunakan semua bahan yang tertulis yang relevan dengan pembahasan karya tulis. Di dalam hal ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan Candi Borobudur.






1.6 Sistimatika Pembahasan      
Sistimatika yang di gunakan dalam penyusunan karya tulis ini anatara lain sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, meliputi:
1.1              Latar Belakang
1.2              Alasan Penelitian
1.3              Permasalahan
1.4              Tujuan dan Kegunaan
1.5              Metodologi
1.6              Sistematika Pembahasan
BAB II  LANDASAN  TEORITIS meliputi:
2.1       Letak Geografis
2.2       Latar Belakang  Candi Borobudur
BAB III PEMBAHASAN MASALAH, meliputi:
3.1       Waktu Pendirian Archa Budha
3.2       Bentuk Bangunan Archa Budha
3.3       Usaha Penyelamatan Archa Budha
3.4       Archa Budha Candi Borobudur di masa sekarang
BAB IV SIMPULAN dan SARAN, meliputi:
4.1       Simpulan
4.2       Saran
DAFTAR PUSTAKA




BAB II  
LANDASAN TEORITIS
2.1  Letak Geografis
           Candi Borobudur terletak  di desa borobudur ,kecamatan borobudur ,kabupaten magelang,jawa tengah dan di kelilingi banyak dusun. Antara lain: bumisegoro,gopalan,jowahan,barpan,ngarak,kelon,janan, dan gadingan.
           Dr.Soekmono dalam bukunya candi borobudur pustaka jaya menjelaskan,pada jaman dahulu pulau jawa terapung-apung di tengah lautan,oleh karna itu harus di paku pada pusat bumi agar dapat dihuni umat manusia ,paku itu kini menjadi sebuah gunung yang terletak di kota magelang yaitu gunung tidar, di sebelah selatan gunung tidar kira-kira jarak 15 km terdapat candi borobudur.
           Candi borobudur yang terletak di dataran kedu,hampir seluruhnya di kelilingi gunung-gunung. Pada gunung merapi itu setiap dua atau tiga tahun terdengar letusan-letusan yang menandakan masih aktif dalam kegiatannya. Di sisi barat terdapat gunung sumbing dan sindoro  ,juga di sebelah selatan  yang membujur dari timur ke barat terdapat pegunungan manoreh.karna puncak pegunungan itu runcing bagai menara maka pegunungan ini dinamakan pegunugan Manoreh,serupa seperti orang yang sedang terlentang di atas pegunungan tersebut. Karna itulah ada cerita rakyat  yang menjelaskan bahwa  bagian dari puncak gunung yang serupa orang tidur itu adalah Ghunadharma, yaitu ahli bangunan yang berhasil membuat Candi Borobudur. Dataran Kudu di aliri dua sungai besar  yaitu sungai Progo dan sungai Elo yang akhirnya menyatu menjadi sungai Progo dan mengalir ke selatan menuju samudra indonesia, Dr.Soekmono,Pustaka Jaya 1981 hal. 11 dan 12.

 



2.2  Latar Belakang Candi Borobudur


           Bangunan-bangunan kuno yang berasal dari zaman purba  sejarah indonesia  (pemulaan masehi sampai akhir abad ke -15) biasanya disebut Candi.
             Sebagian  besar dari candi-candi tidak  di ketahui nama aslinya. Candi-candi memang harus diketemukan dahulu, sebelum di masukan ke dalam khasanah pustaka budaya kita. Dan banyak candi-candi yang di beri nama sama sepaeri desa di mana candi itu berada ,hanya satu dua yang masih menyimpan nama aslinya.
             Candi Borobudur itu sendiri sulit ditentukan apakah nama borobudur  mengambil nama dari nama desa, ataukah nama desa yang mengambil nama dari candi tersebut.
            Dari “13 abad” (kitab sejarah Jawa) dari abad ke-18 tersebut “Bukti Borobudur” sedangkan keterangan yang di sampaikan kepada Rafles (Letnan Gubernur Jenderal Inggris) dalam tahun 1814 di Desa Bumi Segoro menyatakan adanya sebuah penemuan peninggalan purbakala bernama “Borobudur” dengan penemuan itu maka dapat disimpulkan bahwa nama “Borobudur” adalah nama asli dari nama candi itu.
            Walaupun demikian perlu dicatat bahwa tidak ada sesuatu keterangan, baik prasasti maupun dokumen lain yang mengungkapkan nama candi Borobudur yang sesungguhnya.
            Naskah dari tahun 1365 M yaitu Kitab Negara Kertaagama karangan Empu Prapanca juga menyebutkan kata atau nama Budur unruk sebuah Bangunan agama Budha Aliran WAJRADHA.
            Kemungkinan yang ada “Budur” tersebut tidak lain adalah Candi Borobudur karena tidak ada keterangan yang lain sehingga bisa di ambil suatu kepastian penapsiran Borobudur telah di lakukan oleh Rafles, berdasarkan keterangan yang di kumpulkan dari masyarakat luas.
            Budur merupakan bentuk lain dari Budha, yang dalam bahasa jawa artinya kuno, tapi bila di kaitkan dengan Borobudur berarti Boro jaman kuno, jelas tidak mengandung pengertian yang dapat di kaitkan dengan Candi Borobudur.
Maka Rafles menampilkan keterangan yang lain yakni Boro berati Agung dan Budur disamakan dengan Budha. Maka dengan demikian Borobudur berarti Sang Budha Yang Agung. Namun karena Bhara dalam bahasa jawa kuno dapat di artikan banyak, maka Borobudur dapat di artikan Budha Yang Banyak. Jika di gali dengan teliti, maka keterangan yang di kemukakan oleh Rafles memang tidak ada yang memuaskan “Boro Zaman Kuno” kurang mengenan,” Sang Budha Yang Agung”  maupun “Budha Yang Banyak” kurang mencapai sasaran. Perubahan kata “Budha” menjadi “Budur” misalnya, perubahan demikian tidak di terangkan dari segi Ilmu Bahasa, karena sulit di terima inilah sebabnya maka banyak usaha lain untuk memberi tapsiran Candi Boroudur dengan tepat.
Bapak Poerbatjaraka (alm) menafsirkan dengan sangat masuk akal, menurut beliau perkataan Boro berarti Biara, dengan demikian maka Borobudur berarti Biara Budur. Keterangan Poerbatjaraka (alm) ini memang sangat menarik. Penyelidikan dan penggalian yang di lakukan 1952 di halaman sebelah barat laut bangunan Candi Borobudur telah berhasil menemukan pondasi batu bata dan genta perunggu yang berukuran besar. Penemuan batu bata dan genta ini memperkuat dugaan-dugaan dari sisa-sisa sebuah biara. Di hubungkan dengan kenyataan yang ada pada Kitab Negara Kertagama mengenai nama “Budur” maka besar kemungkinan tafsiran Poerbatjaraka tepat. Namun demikian masih merupakan suatu pertanyaan mengapa Biara dalam hal penamaan menggantikan Candinya, padahal Candi jauh lebih penting dari pada Biaranya.
De Casparis berhasil menemukan kata majemuk dalam prasasti yang kemungkinan merupakan asal perkataan “Borobudur” prasasti yang berangka tahun 842 M di jumpai perkataan Bhumi Sambhara Budhura sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang. Penelitian yang mendalam keagamaan yang terungkap ke dalam  prasasti dan juga rekontruksi yang sangat teliti geografis daerah terjadinya peristiwa sejarah yang berahna dengan prasasti tersebut, De Casparis menyimpulkan maka Bhumi Sambhara menjadi Borobudur dapat di terangkan akibat gejala umum dalam bahasa sehari-hari untuk menyingkat serta menyederhanakan ucapan. Sampai sekarang banyak sarjana yang keberatan terhadap tafsiran De Casparis itu, tapi haruslah di akui sampai sekarang belum ada keterangan atau tafsiran yang mengenai nama Borobudur (Dr.Soekmono,Pustaka Jaya 1981, hal: 39,40,41)
 Drs.Soedirman dalam bukunya Borobudur salah satu keajaiban dunia menjelaskan mengenai arti nama Borobudur sampai sekarang belum jelas. Namun juga di tulis bahwa nama Borobudur berasal dari gabungan kata Bara dan Budur. Bara berasal dari bahasa sansekerta Vihara yang berarti kompleks Candi dan Bihara atau asrama (Poerbatjaraka dan Stuterheim). Budur dalam bahasa Bali Beduhur yang berarti dia atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau Vihara kelompok Candi yang terletak di atas tanah atau bukit (Drs.Soedirman,Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia, 1980 hal 8).
Candi Borobudur tidak hanya di perindah dengan relief-relief dan ukiran-ukiran hias,tetapi juga dapat di banggakan karena patung-patung nya yang sangat tinggi mutu seninya. Patung-patung itu semua menggambarkan Dhayani-Budha terdapat pada bagian Ruphadatu atau Aruphadatu. Patung-patung Budha di Ruphadatu di tempatkan pada relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi luar Pager Langkan sesuai dengan kenyataan  bahwa tingkatan-tingkatan bangunannya semakn tinggi letaknya semakin kecil ukurannya.
Langkah Pertama                                : 104 Patung Budha
Langkah Kedua                                  : 104 Patung Budha
Langkah Ketiga                                  :   84 Patung Budha
Langkah Keempat                               :   72 Patung Budha
Langkah Kelima                                  :   64 Patung Budha
Teras Bundar Pertama                         :   32 Patung Budha
Teras Bundar Kedua                           :   24 Patung Budha
Teras Bundar Ketiga                           :   18 Patung Budha
Jumlah Seluruhnya                              : 504 Patung Budha
            Sekilas patung-patung budha itu nampak serupa semua, tapi sesungguhnya ada juga perbedaannya . Perbedaannya yang sangat jelas adalah sikap tangannya, yang di sebut Mudra dan yang merupakan ciri khas untuk setiap patung, sikap tangan  atau Mudra Candi Borobudur ada 6 macam , hanya saja  macam Mudra yang di miliki oleh patung  yang menghadap semua arah, baik dibagian Rupadhatu(Langkah Lima) maupun dibagian Aruphadhatu pada umumnya yang menggambarkan maksud-maksud yang sama:
           
Jumlah Mudra yang pokok ada 5, yaitu :
1. Bhumispara - Mudra
Sikap tangan ini melambangkan saat Sang Budha memanggil Dewi Bumi sebagai saksi ketika ia menagkis iblis Mara
2. Wara - Mudra
Sikap tangan ini melambangkan perihal amal, memberi anugrah atau berkah. Mudra ini adalah khas bagi Dhayani Budha Ratna Sambawa patung-patungnya menghadap ke selatan.

3. Dyana- Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang semedi mengheningkan cipta. Mudra atau sikap tangan ini merupakan tanda khusus bagi Dhayani Budha Amithabe. Patung-patungnya menghadap ke Barat.


4. Abhaya- Mudra
Sikap tangan ini melambangkan sedang menenangkan Mudra atau sikap tangan ini merupakan tanda khusus bagi Dhayani Budha Amoghadhsi, patung-patungnya menghadap ke Utara.
5. Dharma Cakra- Mudra
Sikap tangan ini melambangkan gerak memutar Roda Darma, Mudra ini menjadi ciri khas Dhayani Budha Wairocana, daerah kekuasaannya terletak di pusat . Khusus di Candi Borobudur  Wairocana ini di gambarkan juga dengan sikap tangan yang disebut Witarkamuda(Dr.Soekmono, Candi Borobudur, Pustaka Jaya 1981 hal:80,82,83)













BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1       Waktu Pendirian Archa Budha
Banyak sudah buku-buku yang menuliskan tentang Candi Borobudur didirikan tidak dapat di ketahui dengan pasti , namun demikian suatu perkiraan dapat di peroleh dengan tulisan-tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura-pigura relief kaki asli Candi Borobudur (Karmawibhangga) menunjukan huruf sejenis dengan yang di dapatkan  pada prasasti-prasasti dari akhir abad  ke-8 sampai awal abad ke-9, dari bukti-bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan  bahwa Candi Borobudur di buat atau di dirikan sekitar tahun 800 M.
Kesimpulan tersebut diatas ternyata sesuai dengan kerangka Sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sejarah yang berada di daerah Jawa Tengah pada khususnya. Periode antara abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9 terkenal sebagai “ Abad  Emas  Wangsa  Syailendra ”.  Kerajaan ini di tandai  dengan di bangunnya sejumlah besar candi-candi yang menggambarkan adanya semangat  membangun yang luar biasa.  Candi-candi yang berada di lereng-lereng gunung kebanyakan berciri khas bangunan Budha, tetapi juga ada sebagian khas Hindu.
Demikian kesimpulan yang dapat di tarik bahwa Candi Borobudur di bangun oleh Wangsa Syailendra  yang  terkenal dalam sejarah usahanya untuk menjungjung tinggi  dan  mengagungkan agama Budha Mahayana.
3.2 Bentuk Bangunan Archa Budha
Candi borobudur di buat atau di bangun menggunakan batu Andesit sebanyak. Pada Candi Borobudhur berbentuk limas yang berundak-undak dengan tangga naik pada keempat sisi nya (Timur,Selatan,Barat,dan Utara). Pada candi borobudur tidak ada ruangan di mana orang bisa masuk melainkan  hanya bisa naik sampai terasanya. Lebar bangunan candi borobudur = 123m, pada sudut yang membelok sama dengan 113 m, tinggi bangunan candi  =34,5 m. Pada candi yang asli di tutup dengan batu sebanyak 12.750  sebagai selaras dan undaknya. Candi borobudur merupakan tiruan besar yaitu: kamadhatu, ruppadhatu. Dan aruphadatu.
Kamadhatu :
Sama dengan alam bahwah atau dunia hasrat, dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat bahkan di kuasai oleh hasrat, kemauan dan hawa napsu. Relief-relief ini terdapat pada bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan-adegan karmawibangga, ialah yang melukiskan hukum sebab dan akibatnya.
Rupphadatu:
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat, dalam alam  ini manusia telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan hasrtat ataupun kemauan. Bagian ini terdapat pada lorong 1-4.
Aruphadatu:
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, yaitu tempat para dewa, bagian ini terdapat pada teras bundar I.,II, Dan III beserta stupa induknya.
3.3 Usaha Penyelamatan Archa Budha Candi borobudur
            Sejak Candi Borobudur di temukan kembali, di mulailah usaha-usaha perbaikan dan pugar kembali bangunan candi Borobudur. Mula-mula hanay di lakukan perbaikan secara kecil-kecilan serta pembuatan gambar dan foto reliefnya. Pekerjaan pemugaran yang boleh di katakan agak besar yang pertama kali di adakan pada tahun 1907 sampai 1911. Pemugaran pertama di lakukan oleh Theodore Van Erp, di bahwah pengarahannya stupa-stupa yang hancur di tata kembali, ukiran-ukiran di bersihkan dari lumut, kotoran dan sejenisnya. Maksud dari pemugaran yang di pimpin Theodore Van Erp adalah untuk menghindarkan kerusakan-kerusakan lebih lanjut pada bangunan Candi Borobudur. Walaupun banyak bagian dari tembok-tembok dan dinding-dinding terutama tiga tingkat dari bawah yaitu sebelah barat dari laut, utara dan timur laut masih banyak yang miring dan sangat mengkhawatirkan bagi para pengunjung maupun bangunannya sendiri, pekerjaan Theodore Van Erp tersebut untuk sementara bangunan Candi Borobudur dapat di selamatkan dari kerusakan yang lebih besar.
            Mengenai gapura-gapura hanya beberapa saja yang dapat di susun kembali, pagar-pagar langkan, relief-relief serta patung Budha masih banyak pula yang belum terpasang kembali pada tempatnya. Karya Theodore Van Erp dan segala yang telah di kerjakan masa itu telah berhasil mengembalikan kejayaan masa silam, namun perlu juga di sadari bahwa tahun-tahun yang di lalui Borobudur selama tersembunyi di dalam tanah dan tertutup semak belukar sesungguhnya secara tidak langsung telah melindungi dari pengaruh cuaca buruk yang mungkin akan mengakibatkan kerusakan bangunan Candi Borobudur tersebut. Theodore Van Erp berpendapat bahwa miring dan melesaknya dinding-dinding dari bangunan itu tidak sangat membahayakan bangunan tersebut. Pendapat itu sampai 50 tahun kemudian memang tidak salah, akan tetapi sejak tahun 1960 ada yang berpendapat bahwa akan terjadi kerusakan yang lebih parah.
            Di sebut juga sebagai pemugaran Candi Borobudur,  pemugaran Candi Borobudur di mulai tanggal 10 Agustus 1973. Ada juga prasasti yang di dalamnya berisi tentang di mulainya proyek pemugaran Candi Borobudur terletak di halaman Candi Borobudur sebelah barat laut menghadap ke timur. Karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang, di antaranya ada tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan STM bangunan yang memang di berikan pendidikan khusus mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemiko-Arkeologi (CA) dan Techano-Arkeologi (TA).
            Techano-Arkeologi (TA) bertugas membokar dan memasang batu-batu candi. Chemiko-Arkeologi (CA) bertugas membersihkan serta mengwetkan batu-batunya dan juga memperbaiki jika ada batu-batu yang retak maupun pecah. Pekerjaan-pekerjaan di atas bersipat Arkeologis semua di tanani oleh Badan Pemugaran Candi Borobudur. Sedangkan pekerjaan yang bersipat teknisi antara lain: penyediaan serta transportasi, pengadaan bahan-bahan bangunan, tempat kerja serta pembuatan pondasi batu, di tangani oleh kontraktor (PT.Nindya Karya dan The Construction and Developement Corporation of the Philipine).
            Dalam melaksanakan pemugaran Candi Borobudur Pemerintah Republik Indonesia bekerja sama dengan UNESCO di bawah pimpinan Direktur Jenderal AMADAU MAHTAR M’BOWO telah menerima sumbangan dari negara-negara yang bergabung dengan UNESCO.
            Archa-archa yang menghiasi Borobudur mudah di kenal, karena selalu di gambarkan berwujud manusia dan tidak pernah beranggota badan banyak. Pakainnya selalu jubah seorah rahib, yang terdiri tiga bagian (yang kelihtan hanya dua) yaitu :
a.       Pakaian luar: Pada sikap duduk, bahu kanannya terbuka.
b.      Pakaian dalam: Tampak pada kakinya.   
Di atas kepalanya ada semacam gelungan rambut (ushisa) dan rambut keriting melingkar ke arah kanan. Di antara dua kening (alis mata) ada tonjolan kecil (urba) juga ada pada Bodhisatwa. Archa Budha yang berdiri sendiri tidak pernah memegang sesuatu di tangannya (kecuali dalam cerita relief, seperti Cakhyamuni memegang mangkok minta-minta), tetapi tanganya bersikap (mudra) dan setiap mudra mempunyai arti tertentu. Mudra-mudra itulah yang dapat membedakan masing-masing Budha, sebab hal-hal yang lain semuanya sama, baik Dhayani maupun Manusia Budha (terutama Chakyamuni) bermudra seperti Dhayani Budha.
Di dalam relung-relung di atas pagar langkang tingkat pertama yang menghadap ke luar terdapat Archa-archa Manusia Budha yang menjelemakan dirinya di dunia fana. Pada tiap-tiap arah, di tempati oleh masing-masing Manusia Budha tertentu: Kanakamuni (Timur), Kacyapa (selatan), Chakyakamuni (barat) dan Maitreya (utara). Jumlah ini ada 92 buah.
Di dalam relung-relung yang mengelilingi tiga rolong terdapat Dyani – Budha, masing-masing dapat di bedakan karena tempat dan sikap tangannya. Pada tiap tingkat sekeliling lorong terdapat 92 92 archa, jadi keseluruhan archa didalam relung-relung ini berjumlah 3×92=276 buah.
Disebelah Timur          : Aksobhnya dengan bhumisparcapudra (bumi dipanggil menjadi saksi)
Disebelah Selatan        : Ratna sambhawa dengan waramudra (memberi anugrah atau berkah)
Disebelah Utara          : Amogasiddha dengan ambayamudra (tidak takut bahaya)
Disebelah Barat           : Amithaba dengan dhyanamudra (mengheningkan cipta).
            Pada tingkat lima keliling lorong, terdapat archa Budha yang menghadap kesemua arah (keseluruhannya berjumlah 64 buah), ialah Dhayani Budha Waicocana, yang menguasai Zenith dengan Witarkamudra (sedang mengaar atau berbicara). Di atas telah di kemukakan bahwa sistem Dhayani Budha yang terdapat di Borobudur ialah sistem atau susunan enam Dhayani Budha. Jadi, di atas lima Dhayani-Budha yang di utarakan (yang menempati relung-relung pada tingkat II-V) ada Dhayni budha yang ke enam, yaitu Wajrasatwa dengan Darmacakramudra (memutar roda darma=hukum atau ajaran kebenaran).
                        Dhayani Budha Wajrasatwa ialah yang menempati stupa-stupa berlubang pada
            tingkat Aruphadatu, seperti telah di utarakan di atas.
            Susuna Dhayani Budha pada candi Borobudur seperti di bawah ini :
1.         Dhayani Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Timur
2.         Dhayani Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Selatan
3.         Dhayani Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Barat
4.         Dhayani Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Utara
5.         Dhayani Budha dalam relung-relung pada lorong pertama
6.         Dhayani Budha dalam stupa-stupa di tingkat Aruphadatu
7.         Archa Budha yang belum selesai. Menurut beberapa pendapat berasal dari stupa induk, tetapi kebenarannya masih di pertentangkan oleh para ahli dan kini masih merupakan tanda tanya.
Sejarah Hidup Sang Budha Gotama
            Sejarah hidup sang Budha Gautama yang erat sekali hubungannya dengan Borobudur, di lukiskan pada tembok induk, lorong I deret atas, berdasarkan Lalitawisata.
            Bila kita masuk gapura Timur, sang Bodhisatwa berada di surga Thusita dan memberitahukan kepada dewa-dewa tentang penjelmaanya yang akan datang sebagai manusia. Para dewa turun ke dunia, para Pratyeka Budha (orang yang telah mencapai pengetahuan tinggi, tetapi belum dapat mengjarkannya kepada orang lain) yang ada di dunia  segera berangkat ke surga.Sang Bodhwista memberi pelajaran kepada dewa-dewa di surga Tusita.sebelum turun ke dunia , sang Bodhwiata menyerahkan mahkotanya kepada Maitreya, calon pengganti Budha  di dunia yang akan datang . Para Dewa musyawarah  tentang wujud penjelmaan sang Bodhwiata didunia nantinya.      
            Gambar raja Cuddhona dari Kapilawastu dan permaisuri Maya dalam kamarnya sebagai calon orang tua sang Bodhwiata.Permaisuri dalam kamarnya sedang di hadapi dewi-dewi. Para Dewa setuju mengantarkan sang Bodhwista ke dunia . Sang Bodhwista mendapat penghormatan terakhir di surga Tusita.
Dengan pengiring-pengiringnya, sang Bodhwista turun ke dunia. Dewi Maya bermimpi , bahwa seekor gajah putih telah masuk ke pangkuannya.Dewa-dewa menyampaikan hormat dengan menyembahnya.Dewi Maya ke Hutan Acoka . Hal ini di gambarkan dalam relief Borobudur  yang ke 16 sampai dengan ke 30.Gambar ke 31 sampai dengan ke 45, menceritakan  peristiwa kelahiran  yang diikuti kemangkatan Dewi Maya. sang Bodhwista yang sejak lahir di tinggalkan ibunya ,diasuh oleh Dewi Gutami. Cinta kasih Dewi Gutami kepada Bodhwista, tidak seperti putranya sendiri.
Dalam relief ini menceritakan juga sang Bodhwista sejak kecil ,belajar di sekolah ,gurunya pingsan melihat sang Bodhwista , sang Bodhwista menuju suatu dewa, sang Bodhwista duduk di bawah sebatang pohon, sang Bodhwista kawin dengan Putri Gopa.Kemenakan Raja Dewadata,karna dengki membunuh seekor gajah  dengan sekali pukul. sang Bodhwista melemparkan gajah itu sendiri dengan dua jari kaki hingga melampaui tembok kota.Relief ke 48-75 menggambarkan peristiwa lanjutan sang Bodhwista mengikuti sayembara ketangkesan , sejak dari ilmu hitung hingga memanah,yang mana sang Bodhwista memperoleh kemenangan yang akhirnya ia dapat menikah dengan Dewi Gopa. Tetapi, setelah menikah sang Bodhwista ingin meninggalkan keduniawian. Sebenernya maksud sang Bodhwista di halang-halangi oleh orang tuanya secara tidak langsung, dengan melalui berbagai cara agar sang Bodhwista mengurungkan niatnya. Namun dengan keteguhan hatinya yang membaja sang Bodhwista tetap meninggalkan isana untuk meneruskan tujuannya.
Relief 76 hingga 90, menggambarkan perjalanan sang Bodhwista sesudah meninggalkan istana dan kisah perjalanannya hingga sang Bodhwista akan memperoleh wahyu sebagai Budha.
Relief 91 hingga 105, menceritakan sang Bodhwista setelah mendapatkan wahyu dan rintangan-rintangan yang di hadapinya setelah mendapatkan wahyu. Segala godaan dapat di atasinya hingga sang Bodhwista mendapat penghormatan dari para Dewa dan Bidadari.
Relief 106 sampai 120, menceritakan para dewa agar sang Budha menyebarkan pengetahuannya. Selanjutnya, Sang Budha mulai mengajarkan Agama Budha. Mula-mula ada yang menentang tetapi akhirnya banyak murid-murid yang mengikutinya. Murid-muridnya memandikan sang Budha dengan air telaga Padma, dan mulai sejak itu sang Budha mulai mengajarkan Agama Budha.






3.4 Archa Budha Candi Borobudur di Masa Sekarang
3.4.1  Tempat atau sarana Peribadahan atau Pemujaan
Candi Borobudur dari dahulu hingga sekarang  memang sering digunakan oleh para umat untuk menganut ajaran budha untuk melakukan peribadatan atau sebagai tempat pemujaan kepada Tuhan dan nenek moyang.Banyak upacara-upacara yang di lakukan untuk menyembah Tuhan sekaligus  pemujaan untuk mengenang para leluhurnya agar budaya yang dianutnya tidak akan pernah luntur dan tetap ada sampai di masa yang akan datang.
            Bukan hanya warga setempat yang melaksanakan peribadatan atau pemujaan di setiap archa-archa yang berada di Candi Borobudur tetapi banyak pula umat Budha dari kota-kota lain bahkan dari mancanegara.
Semoga para umat yang melakukan  pemujaan tidak hanya sebagai peribadatan semata melainkan untuk tetap melestarikan adat istiadat yang ada sejak dulu.

            3.4.2 Aset Pemda dibidang Pariwisata
Candi Borobudur , setelah pemugaran tanpak indah , anggun dan mempesona,seolah-olah kembali ke masa kejayaannya. Dengan di tandai semakin banyaknya  pengunjung baik wisatawan nusantara ( dalam negri ) maupun wisatawan Mancanegara ,dengan nyata bahwa Candi Borobudur semakain menawan hingga daya tarik semakin besar.
Dengan utuhnya kembali bangunan Candi Borobudur yang tentunya menambah kharisma ,sehingga baik wisatawan dalam maupun luar negri di harapkan  semakin hari semakin bertambah.
Para wisatawan datang untuk melihat indahnya archa-archa Budha yang terukir dan tertata secara rapi dan menarik. Dengan adanya Candi Borobudur masyarakat sekitar Candi tersebut terangkat perekonomiannya  karena sebagian besar  dari mereka bermata pencaharian  sebagai pedagang  dan pemandu  di Candi tersebut.
Sebelum para wisatawan masuk ke daerah Candi Borobudur , wisatawan juga di tarik retribusi yang telah di tentukan , dari retribusi  tersebut merupakan devisa tersendiri bagi pemda setempat.
3.4.3 Cagar Budaya Nasional
Candi Borobudur ini selain sebagai daerah wisata yang terkenal , candi ini juga sebagai Cagar Budaya Nasional,  selain itu Candi Borobudur juga warisan leluhur yang harus dijaga , agar tetap terjaga  dan harus kita pelihara  sebagai Cagar Budaya Nasional khususnya bagi bangsa indonesia umumnya bagi dunia.
                         
           










BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1       SIMPULAN
Di dalam penelitia ini, penyusun  mengambil kesimpulan bahwa Archa Budha Candi Borobudur merupakan salah satu bangunan atau  yang keberadaannya sebagai bukti sejarah nenek moyang kita. Penyusun juga telah mendeskripsikan tentang arti Archa Budha Candi Borobudur di dalam  naskah yang telah di rangkum . Pada dinding Candi Borobudur terdapat ukiran-ukiran tentang kerjasama jaman dahulu yang juga sering di sebut sebagai relief yang kini menjadi peninggalan yang bersejarah.
4.2       SARAN
Dalam penyusunan karya tulis ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam melakukan penyusunannya,  semoga pihak yang berkaitan  dengan  karya tulis ini dapat memenuhi himbauan yang kami sarankan sebagai berikut:
a.         Penyusun menyarankan  kepada pihak mengelola Candi Borobudur   memiliki dan menyediakan buku-buku bersejarah yang lengkap dan bermutu.
b.         Penyusun menyarankan agar para pengunjung dapat mengambil hikmah  atau  manfaat dari Candi Borobudur dan dapat  melestarikannya.
c.         Penyusun menyarankan kepada panitia peneliti atau wisata pelajar agar dapat  mengkoordinasikan  segala macam  program dengan  baik.
Demikian saran yang dapat kami sampaikan semoga pihak-pihak yang berkenan membaca karya tulis ini dapat memaklumi adanya.   

DAFTAR PUSTAKA

1.      Dhammadipa Arama ,Yayasan . Riwayat Hidup Budha Ghotama, Jakarta.1981.
2.      Mar Poerwantand , Ny. Candi Borobudur dan Taman Wisatanya,Alumni.Bandung,1985.
3.      Soedirman, Drs . Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia, Yogyakarta,1980.
4.      Soekmono, Dr. 1981. Candi Borobudur Pusaka Budaya Umat Manusia, Pustaka Jaya, 1981.






                                                                                                            







Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!