LEMBAR
PENGESAHAN
ARCHA BUDHA CANDI BOROBUDUR
Di susun oleh:
Pada tanggal : ................................................
Di setujui :
.................................................
Wali Kelas
Drs.Uskandi
Nip.196407141993031007
|
Pembimbing
Drs.Uskandi
Nip. 196407141993031007
|
Mengetahui :
Kepala Sekolah SMA N 1 PANGANDARAN
Drs.H.Surman M.Pd
Nip.196102041982041005
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala perkenaan dan
tuntutan-Nya.Sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis
ini yang berjudul “ARCHA BUDHA CANDI BOROBUDHUR”. Kami menyadari bahwa karya
tulis ini masih jauh dari kesempurnaan , karna keterbatasan
pengetahuan,waktu,dan kemampuan penulis.
Dalam penyusunan
karya tulis ini penulis tidak lepas dari bimbingan dorongan serta bantuan dari
berbagai pihak ,baik berupa moral maupun materil,maka dalam kesempatan ini pula
kelompok kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan yang
telah diberikan kepada kelompok kami selama penyusunan karya tulis ini.
Ucapan
terimakasih dan penghargaan kepada:
1. Drs.H.Surman M.Pd ,selaku kepala sekolah SMAN 1
Pangandaran
2
.Drs.Uskandi,selaku wali kelas
3.
Drs.Uskandi,selaku pembimbing dalam pembuatan karya tulis ini
Semoga segala
bantuan dan kebaikan dari berbagai pihak yang kami terima mendapat imbalan dari
Tuhan Yang Maha Esa.Akhir kata semoga karya tulis yang masih jauh dari
kesempurnaan ini ada manfaatnya khusus nya bagi kami dan umumnya bagi para
pembaca.
Pangandaran, Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1
1.2 Alasan Penelitian .................................................................................. 1
1.3 Permasalahan.........................................................................................
2
1.4 Tujuan dan Kegunaan............................................................................
2
1.5 Metodologi............................................................................................
3
1.6 Sistematika Pembahasan........................................................................
4
BAB II LANDASAN TEORITIS................................................................
5
2.1 Letak Geografis.....................................................................................
5
2.2 Latar Belakang
Candi Borobudur........................................................
6
BAB III PEMBAHASAN
MASALAH........................................................ 11
3.1 Waktu Pendirian Archa Budha.............................................................. 11
3.2 Bentuk Bangunan Archa Budha............................................................ 11
3.3 Usaha Penyelamatan Archa Budha....................................................... 12
3.4 Archa Budha Candi Borobudur di masa sekarang................................ 18
BAB
IV
SIMPULAN
DAN SARAN............................................................ 20
4.1 Simpulan................................................................................................ 20
4.2 Saran...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan khususnya lulusan Sekolah Menengah Atas
maka berbagai cara di lakukan,dalam hal ini maka setiap semester pertama kelas
XI di adakan study lapangan . untuk melakukan penelitian ini maka siswa dapat
memperoleh pengetahuan yang baru untuk hidup di masyarakat dan berusaha mencari
pekerjaan untuk bekal hidupnya.
Adapun selain itu
penelitian yang di lakukan setidaknya kita dapat tahu apa yang menjadi
pendorong atau motivasi terhadap kita untuk giat belajar.
1.2 Alasan Penelitian
Adapun
alasan penelitian Archa Budha Candi Borobudur adalah untuk mengetahui lebih
banyak tentang sejarah dan perkembangannya, Borobudur merupakan sejarah
peninggalan Kerajaan Majapahit pada jaman Raja Hayam Wuruk , dan perkembangan
Borobudur ini terdapat perhatian yang sangat besar baik dari bangsa Indonesia,
maupun dari masyarakat Internasional terutama UNESCO.
1.3 Permasalahan
Dalam
penyusunan karya tulis ,penyusun tidak dapat menguraikan masalah secara luas
dan mendalam,hal ini di sebabkan karna keterbatasan penyusun.
Demikian pula hal
ini,penulis dalam menyusun karya tulis membatasi ruang pembatasan lainnya.
Adapun batasan
masalah-masalah yang menjadi objek penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Kapankah didirikan Archa Budha Candi
Borobudur?
2.
Bagaimanakah bentuk Archa Budha Candi
Borobudur?
3.
Bagaimana usaha menyelamatkan Archa
Budha Candi Borobudur?
4.
Bagaimanakah keadaan Archa Budha Candi
Borobudur?
1.4 Tujuan dan Kegunaan
Maksud
di adakan penelitian adalah untuk secara langsung kita dapat melakukan
observasi terhadap Arca Budha Candi Borobudur. Ini terdapat di Candi Borobudur
dan setiap Arca Bundha ini menceritakan hal yang berlainan, maka dalam hal
perawatan dan pelestariannya sangat di perhatikan untuk menjaga keutuhannya.
Tujuan diadakannya penelitian adalah:
-
Untuk menambah pengalaman di bidang
penelitian Sejarah Nasional.
-
Untuk menambah wawasan pengetahuan
tentang dunia pariwisata.
-
Untuk mengetahui perkembangan dunia di
bidang kebudayaan.
1.5 Metodelogi
Dalam
penulisan karya tulis ini penulis menggunakan beberapa metode penulisan antara
lain:
1. Metode
Wawancara
Merupakan metode
melalui tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung untuk
mendapatkan pokok masalah yang akan di teliti. Dalam hal ini penulis mengadakan
wawancara dengan seorang pemandu Candi
Borobudur di yogyakarta yaitu Bapak Yulianto, sebagai narasumbernya.
Metode Observasi
Merupakan metode
pengumpulan data melalui pengamatan dan catatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang timbul yang di teliti secara langsung. Dalam hal ini penulis
datang langsung ke lapangan tempanya di Candi Borobudur.
2.
Metode Studi Pustaka
Merupakan metode pengumpulan data
dan informasi yang dilakukan dengan menggunakan semua bahan yang tertulis yang relevan dengan
pembahasan karya tulis. Di dalam hal ini penulis membaca buku-buku yang
berkaitan dengan Candi
Borobudur.
1.6 Sistimatika Pembahasan
Sistimatika yang di gunakan dalam
penyusunan karya tulis ini anatara lain sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN,
meliputi:
1.1
Latar Belakang
1.2
Alasan
Penelitian
1.3
Permasalahan
1.4
Tujuan
dan Kegunaan
1.5
Metodologi
1.6
Sistematika
Pembahasan
BAB
II LANDASAN
TEORITIS meliputi:
2.1 Letak
Geografis
2.2 Latar
Belakang Candi Borobudur
BAB III PEMBAHASAN MASALAH, meliputi:
3.1 Waktu Pendirian Archa Budha
3.2 Bentuk Bangunan Archa Budha
3.3 Usaha Penyelamatan Archa Budha
3.4 Archa Budha Candi Borobudur di masa
sekarang
BAB IV
SIMPULAN dan SARAN, meliputi:
4.1 Simpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Letak
Geografis
Candi Borobudur
terletak di desa borobudur ,kecamatan
borobudur ,kabupaten magelang,jawa tengah dan di kelilingi banyak dusun. Antara lain:
bumisegoro,gopalan,jowahan,barpan,ngarak,kelon,janan, dan gadingan.
Dr.Soekmono dalam bukunya candi borobudur
pustaka jaya menjelaskan,pada jaman dahulu pulau jawa terapung-apung di tengah
lautan,oleh karna itu harus di paku pada pusat bumi agar dapat dihuni umat
manusia ,paku itu kini menjadi sebuah gunung yang terletak di kota magelang
yaitu gunung tidar, di sebelah selatan gunung tidar kira-kira jarak 15 km
terdapat candi borobudur.
Candi borobudur yang terletak di
dataran kedu,hampir seluruhnya di kelilingi gunung-gunung. Pada gunung merapi
itu setiap dua atau tiga tahun terdengar letusan-letusan yang menandakan masih
aktif dalam kegiatannya. Di sisi barat terdapat gunung sumbing dan sindoro ,juga di sebelah selatan yang membujur dari timur ke barat terdapat
pegunungan manoreh.karna puncak pegunungan itu runcing bagai menara maka
pegunungan ini dinamakan pegunugan Manoreh,serupa seperti orang yang sedang
terlentang di atas pegunungan tersebut. Karna itulah ada cerita rakyat yang menjelaskan bahwa bagian dari puncak gunung yang serupa orang
tidur itu adalah Ghunadharma, yaitu ahli bangunan yang berhasil membuat Candi
Borobudur. Dataran Kudu di aliri dua sungai besar yaitu sungai Progo dan sungai Elo yang
akhirnya menyatu menjadi sungai Progo dan mengalir ke selatan menuju samudra
indonesia, Dr.Soekmono,Pustaka Jaya 1981 hal. 11 dan 12.
2.2 Latar Belakang
Candi Borobudur
Bangunan-bangunan
kuno yang berasal dari zaman purba
sejarah indonesia (pemulaan
masehi sampai akhir abad ke -15) biasanya disebut Candi.
Sebagian besar dari candi-candi tidak di ketahui nama aslinya. Candi-candi memang
harus diketemukan dahulu, sebelum di masukan ke dalam khasanah pustaka budaya
kita. Dan banyak candi-candi yang di beri nama sama sepaeri desa di mana candi
itu berada ,hanya satu dua yang masih menyimpan nama aslinya.
Candi Borobudur itu sendiri sulit ditentukan
apakah nama borobudur mengambil nama
dari nama desa, ataukah nama desa yang mengambil nama dari candi tersebut.
Dari
“13 abad” (kitab sejarah Jawa) dari abad ke-18 tersebut “Bukti Borobudur”
sedangkan keterangan yang di sampaikan kepada Rafles (Letnan Gubernur Jenderal
Inggris) dalam tahun 1814 di Desa Bumi Segoro menyatakan adanya sebuah penemuan
peninggalan purbakala bernama “Borobudur” dengan penemuan itu maka dapat
disimpulkan bahwa nama “Borobudur” adalah nama asli dari nama candi itu.
Walaupun
demikian perlu dicatat bahwa tidak ada sesuatu keterangan, baik prasasti maupun
dokumen lain yang mengungkapkan nama candi Borobudur yang sesungguhnya.
Naskah
dari tahun 1365 M yaitu Kitab Negara Kertaagama karangan Empu Prapanca juga
menyebutkan kata atau nama Budur unruk sebuah Bangunan agama Budha Aliran
WAJRADHA.
Kemungkinan
yang ada “Budur” tersebut tidak lain adalah Candi Borobudur karena tidak ada
keterangan yang lain sehingga bisa di ambil suatu kepastian penapsiran
Borobudur telah di lakukan oleh Rafles, berdasarkan keterangan yang di
kumpulkan dari masyarakat luas.
Budur
merupakan bentuk lain dari Budha, yang dalam bahasa jawa artinya kuno, tapi
bila di kaitkan dengan Borobudur berarti Boro jaman kuno, jelas tidak
mengandung pengertian yang dapat di kaitkan dengan Candi Borobudur.
Maka Rafles
menampilkan keterangan yang lain yakni Boro berati Agung dan Budur disamakan
dengan Budha. Maka dengan demikian Borobudur berarti Sang Budha Yang Agung.
Namun karena Bhara dalam bahasa jawa kuno dapat di artikan banyak, maka
Borobudur dapat di artikan Budha Yang Banyak. Jika di gali dengan teliti, maka
keterangan yang di kemukakan oleh Rafles memang tidak ada yang memuaskan “Boro
Zaman Kuno” kurang mengenan,” Sang Budha Yang Agung” maupun “Budha Yang Banyak” kurang mencapai
sasaran. Perubahan kata “Budha” menjadi “Budur” misalnya, perubahan demikian
tidak di terangkan dari segi Ilmu Bahasa, karena sulit di terima inilah
sebabnya maka banyak usaha lain untuk memberi tapsiran Candi Boroudur dengan
tepat.
Bapak Poerbatjaraka
(alm) menafsirkan dengan sangat masuk akal, menurut beliau perkataan Boro
berarti Biara, dengan demikian maka Borobudur berarti Biara Budur. Keterangan
Poerbatjaraka (alm) ini memang sangat menarik. Penyelidikan dan penggalian yang
di lakukan 1952 di halaman sebelah barat laut bangunan Candi Borobudur telah
berhasil menemukan pondasi batu bata dan genta perunggu yang berukuran besar.
Penemuan batu bata dan genta ini memperkuat dugaan-dugaan dari sisa-sisa sebuah
biara. Di hubungkan dengan kenyataan yang ada pada Kitab Negara Kertagama
mengenai nama “Budur” maka besar kemungkinan tafsiran Poerbatjaraka tepat.
Namun demikian masih merupakan suatu pertanyaan mengapa Biara dalam hal
penamaan menggantikan Candinya, padahal Candi jauh lebih penting dari pada
Biaranya.
De Casparis
berhasil menemukan kata majemuk dalam prasasti yang kemungkinan merupakan asal
perkataan “Borobudur” prasasti yang berangka tahun 842 M di jumpai perkataan
Bhumi Sambhara Budhura sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang.
Penelitian yang mendalam keagamaan yang terungkap ke dalam prasasti dan juga rekontruksi yang sangat
teliti geografis daerah terjadinya peristiwa sejarah yang berahna dengan
prasasti tersebut, De Casparis menyimpulkan maka Bhumi Sambhara menjadi
Borobudur dapat di terangkan akibat gejala umum dalam bahasa sehari-hari untuk
menyingkat serta menyederhanakan ucapan. Sampai sekarang banyak sarjana yang
keberatan terhadap tafsiran De Casparis itu, tapi haruslah di akui sampai
sekarang belum ada keterangan atau tafsiran yang mengenai nama Borobudur
(Dr.Soekmono,Pustaka Jaya 1981, hal: 39,40,41)
Drs.Soedirman dalam bukunya Borobudur salah
satu keajaiban dunia menjelaskan mengenai arti nama Borobudur sampai sekarang
belum jelas. Namun juga di tulis bahwa nama Borobudur berasal dari gabungan
kata Bara dan Budur. Bara berasal dari bahasa sansekerta Vihara yang berarti
kompleks Candi dan Bihara atau asrama (Poerbatjaraka dan Stuterheim). Budur
dalam bahasa Bali Beduhur yang berarti dia atas. Jadi nama Borobudur berarti
asrama atau Vihara kelompok Candi yang terletak di atas tanah atau bukit
(Drs.Soedirman,Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia, 1980 hal 8).
Candi Borobudur
tidak hanya di perindah dengan relief-relief dan ukiran-ukiran hias,tetapi juga
dapat di banggakan karena patung-patung nya yang sangat tinggi mutu seninya.
Patung-patung itu semua menggambarkan Dhayani-Budha terdapat pada bagian Ruphadatu
atau Aruphadatu. Patung-patung Budha di Ruphadatu di tempatkan pada
relung-relung yang tersusun berjajar pada sisi luar Pager Langkan sesuai dengan
kenyataan bahwa tingkatan-tingkatan
bangunannya semakn tinggi letaknya semakin kecil ukurannya.
Langkah
Pertama :
104 Patung Budha
Langkah
Kedua :
104 Patung Budha
Langkah
Ketiga : 84 Patung Budha
Langkah
Keempat : 72 Patung Budha
Langkah
Kelima : 64 Patung Budha
Teras
Bundar Pertama : 32 Patung Budha
Teras
Bundar Kedua : 24 Patung Budha
Teras Bundar Ketiga : 18 Patung Budha
Jumlah
Seluruhnya :
504 Patung Budha
Sekilas
patung-patung budha itu nampak serupa semua, tapi sesungguhnya ada juga
perbedaannya . Perbedaannya yang sangat jelas adalah sikap tangannya, yang di sebut
Mudra dan yang merupakan ciri khas untuk setiap patung, sikap tangan atau Mudra Candi Borobudur ada 6 macam ,
hanya saja macam Mudra yang di miliki
oleh patung yang menghadap semua arah,
baik dibagian Rupadhatu(Langkah Lima) maupun dibagian Aruphadhatu pada umumnya
yang menggambarkan maksud-maksud yang sama:
Jumlah
Mudra yang pokok ada 5, yaitu :
1.
Bhumispara - Mudra
Sikap tangan ini
melambangkan saat Sang Budha memanggil Dewi Bumi sebagai saksi ketika ia
menagkis iblis Mara
2.
Wara - Mudra
Sikap tangan ini
melambangkan perihal amal, memberi anugrah atau berkah. Mudra ini adalah khas
bagi Dhayani Budha Ratna Sambawa patung-patungnya menghadap ke selatan.
3. Dyana- Mudra
Sikap tangan ini
melambangkan sedang semedi mengheningkan cipta. Mudra atau sikap tangan ini
merupakan tanda khusus bagi Dhayani Budha Amithabe. Patung-patungnya menghadap
ke Barat.
4.
Abhaya- Mudra
Sikap tangan ini
melambangkan sedang menenangkan Mudra atau sikap tangan ini merupakan tanda
khusus bagi Dhayani Budha Amoghadhsi, patung-patungnya menghadap ke Utara.
5.
Dharma Cakra- Mudra
Sikap tangan ini
melambangkan gerak memutar Roda Darma, Mudra ini menjadi ciri khas Dhayani
Budha Wairocana, daerah kekuasaannya terletak di pusat . Khusus di Candi
Borobudur Wairocana ini di gambarkan
juga dengan sikap tangan yang disebut Witarkamuda(Dr.Soekmono, Candi Borobudur,
Pustaka Jaya 1981 hal:80,82,83)
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1 Waktu
Pendirian Archa Budha
Banyak sudah
buku-buku yang menuliskan tentang Candi Borobudur didirikan tidak dapat di
ketahui dengan pasti , namun demikian suatu perkiraan dapat di peroleh dengan
tulisan-tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura-pigura relief kaki asli
Candi Borobudur (Karmawibhangga) menunjukan huruf sejenis dengan yang di
dapatkan pada prasasti-prasasti dari
akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9,
dari bukti-bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Candi Borobudur di buat atau di dirikan
sekitar tahun 800 M.
Kesimpulan tersebut
diatas ternyata sesuai dengan kerangka Sejarah Indonesia pada umumnya dan juga
sejarah yang berada di daerah Jawa Tengah pada khususnya. Periode antara abad
ke-8 dan pertengahan abad ke-9 terkenal sebagai “ Abad Emas
Wangsa Syailendra ”. Kerajaan ini di tandai dengan di bangunnya sejumlah besar
candi-candi yang menggambarkan adanya semangat membangun yang luar biasa. Candi-candi yang berada di lereng-lereng
gunung kebanyakan berciri khas bangunan Budha, tetapi juga ada sebagian khas
Hindu.
Demikian
kesimpulan yang dapat di tarik bahwa Candi Borobudur di bangun oleh Wangsa
Syailendra yang terkenal dalam sejarah usahanya untuk
menjungjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.
3.2
Bentuk Bangunan Archa
Budha
Candi borobudur
di buat atau di bangun menggunakan batu Andesit sebanyak. Pada Candi Borobudhur
berbentuk limas yang berundak-undak dengan tangga naik pada keempat sisi nya
(Timur,Selatan,Barat,dan Utara). Pada candi borobudur tidak ada ruangan di mana
orang bisa masuk melainkan hanya bisa
naik sampai terasanya. Lebar bangunan candi borobudur = 123m, pada sudut yang
membelok sama dengan 113 m, tinggi bangunan candi =34,5 m. Pada candi yang asli di tutup dengan
batu sebanyak 12.750 sebagai selaras dan undaknya. Candi borobudur
merupakan tiruan besar yaitu: kamadhatu, ruppadhatu. Dan aruphadatu.
Kamadhatu :
Sama dengan alam
bahwah atau dunia hasrat, dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat bahkan di
kuasai oleh hasrat, kemauan dan hawa napsu. Relief-relief ini terdapat pada
bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan-adegan karmawibangga, ialah
yang melukiskan hukum sebab dan akibatnya.
Rupphadatu:
Sama dengan alam
bawah atau dunia hasrat, dalam alam ini
manusia telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan hasrtat ataupun
kemauan. Bagian ini terdapat pada lorong 1-4.
Aruphadatu:
Sama dengan alam
atas atau dunia tanpa rupa, yaitu tempat para dewa, bagian ini terdapat pada
teras bundar I.,II, Dan III beserta stupa induknya.
3.3
Usaha Penyelamatan Archa Budha Candi borobudur
Sejak Candi Borobudur
di temukan kembali, di mulailah usaha-usaha perbaikan dan pugar kembali
bangunan candi Borobudur. Mula-mula hanay di lakukan perbaikan secara
kecil-kecilan serta pembuatan gambar dan foto reliefnya. Pekerjaan pemugaran
yang boleh di katakan agak besar yang pertama kali di adakan pada tahun 1907
sampai 1911. Pemugaran pertama di lakukan oleh Theodore Van Erp, di bahwah
pengarahannya stupa-stupa yang hancur di tata kembali, ukiran-ukiran di
bersihkan dari lumut, kotoran dan sejenisnya. Maksud dari pemugaran yang di
pimpin Theodore Van Erp adalah untuk menghindarkan kerusakan-kerusakan lebih
lanjut pada bangunan Candi Borobudur. Walaupun banyak bagian dari tembok-tembok
dan dinding-dinding terutama tiga tingkat dari bawah yaitu sebelah barat dari
laut, utara dan timur laut masih banyak yang miring dan sangat mengkhawatirkan
bagi para pengunjung maupun bangunannya sendiri, pekerjaan Theodore Van Erp
tersebut untuk sementara bangunan Candi Borobudur dapat di selamatkan dari
kerusakan yang lebih besar.
Mengenai
gapura-gapura hanya beberapa saja yang dapat di susun kembali, pagar-pagar
langkan, relief-relief serta patung Budha masih banyak pula yang belum
terpasang kembali pada tempatnya. Karya Theodore Van Erp dan segala yang telah
di kerjakan masa itu telah berhasil mengembalikan kejayaan masa silam, namun
perlu juga di sadari bahwa tahun-tahun yang di lalui Borobudur selama
tersembunyi di dalam tanah dan tertutup semak belukar sesungguhnya secara tidak
langsung telah melindungi dari pengaruh cuaca buruk yang mungkin akan
mengakibatkan kerusakan bangunan Candi Borobudur tersebut. Theodore Van Erp
berpendapat bahwa miring dan melesaknya dinding-dinding dari bangunan itu tidak
sangat membahayakan bangunan tersebut. Pendapat itu sampai 50 tahun kemudian
memang tidak salah, akan tetapi sejak tahun 1960 ada yang berpendapat bahwa
akan terjadi kerusakan yang lebih parah.
Di
sebut juga sebagai pemugaran Candi Borobudur,
pemugaran Candi Borobudur di mulai tanggal 10 Agustus 1973. Ada juga
prasasti yang di dalamnya berisi tentang di mulainya proyek pemugaran Candi
Borobudur terletak di halaman Candi Borobudur sebelah barat laut menghadap ke
timur. Karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang, di antaranya ada
tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan STM bangunan yang memang di berikan
pendidikan khusus mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemiko-Arkeologi
(CA) dan Techano-Arkeologi (TA).
Techano-Arkeologi
(TA) bertugas membokar dan memasang batu-batu candi. Chemiko-Arkeologi (CA)
bertugas membersihkan serta mengwetkan batu-batunya dan juga memperbaiki jika
ada batu-batu yang retak maupun pecah. Pekerjaan-pekerjaan di atas bersipat
Arkeologis semua di tanani oleh Badan Pemugaran Candi Borobudur. Sedangkan
pekerjaan yang bersipat teknisi antara lain: penyediaan serta transportasi,
pengadaan bahan-bahan bangunan, tempat kerja serta pembuatan pondasi batu, di
tangani oleh kontraktor (PT.Nindya Karya dan The Construction and Developement
Corporation of the Philipine).
Dalam
melaksanakan pemugaran Candi Borobudur Pemerintah Republik Indonesia bekerja
sama dengan UNESCO di bawah pimpinan Direktur Jenderal AMADAU MAHTAR M’BOWO
telah menerima sumbangan dari negara-negara yang bergabung dengan UNESCO.
Archa-archa
yang menghiasi Borobudur mudah di kenal, karena selalu di gambarkan berwujud
manusia dan tidak pernah beranggota badan banyak. Pakainnya selalu jubah seorah
rahib, yang terdiri tiga bagian (yang kelihtan hanya dua) yaitu :
a.
Pakaian luar: Pada sikap duduk, bahu
kanannya terbuka.
b.
Pakaian dalam: Tampak pada kakinya.
Di atas
kepalanya ada semacam gelungan rambut (ushisa) dan rambut keriting melingkar ke
arah kanan. Di antara dua kening (alis mata) ada tonjolan kecil (urba) juga ada
pada Bodhisatwa. Archa Budha yang berdiri sendiri tidak pernah memegang sesuatu
di tangannya (kecuali dalam cerita relief, seperti Cakhyamuni memegang mangkok
minta-minta), tetapi tanganya bersikap (mudra) dan setiap mudra mempunyai arti
tertentu. Mudra-mudra itulah yang dapat membedakan masing-masing Budha, sebab
hal-hal yang lain semuanya sama, baik Dhayani maupun Manusia Budha (terutama
Chakyamuni) bermudra seperti Dhayani Budha.
Di dalam
relung-relung di atas pagar langkang tingkat pertama yang menghadap ke luar
terdapat Archa-archa Manusia Budha yang menjelemakan dirinya di dunia fana. Pada
tiap-tiap arah, di tempati oleh masing-masing Manusia Budha tertentu:
Kanakamuni (Timur), Kacyapa (selatan), Chakyakamuni (barat) dan Maitreya
(utara). Jumlah ini ada 92 buah.
Di dalam
relung-relung yang mengelilingi tiga rolong terdapat Dyani – Budha,
masing-masing dapat di bedakan karena tempat dan sikap tangannya. Pada tiap
tingkat sekeliling lorong terdapat 92 92 archa, jadi keseluruhan archa didalam
relung-relung ini berjumlah 3×92=276 buah.
Disebelah Timur : Aksobhnya dengan bhumisparcapudra (bumi
dipanggil menjadi saksi)
Disebelah Selatan : Ratna sambhawa dengan waramudra
(memberi anugrah atau berkah)
Disebelah Utara : Amogasiddha dengan ambayamudra
(tidak takut bahaya)
Disebelah Barat : Amithaba dengan dhyanamudra
(mengheningkan cipta).
Pada
tingkat lima keliling lorong, terdapat archa Budha yang menghadap kesemua arah
(keseluruhannya berjumlah 64 buah), ialah Dhayani Budha Waicocana, yang
menguasai Zenith dengan Witarkamudra (sedang mengaar atau berbicara). Di atas
telah di kemukakan bahwa sistem Dhayani Budha yang terdapat di Borobudur ialah
sistem atau susunan enam Dhayani Budha. Jadi, di atas lima Dhayani-Budha yang
di utarakan (yang menempati relung-relung pada tingkat II-V) ada Dhayni budha
yang ke enam, yaitu Wajrasatwa dengan Darmacakramudra (memutar roda darma=hukum
atau ajaran kebenaran).
Dhayani
Budha Wajrasatwa ialah yang menempati stupa-stupa berlubang pada
tingkat Aruphadatu, seperti telah di
utarakan di atas.
Susuna
Dhayani Budha pada candi Borobudur seperti di bawah ini :
1. Dhayani
Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Timur
2. Dhayani
Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Selatan
3. Dhayani
Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Barat
4. Dhayani
Budha dalam relung-relung yang menghadap ke Utara
5. Dhayani
Budha dalam relung-relung pada lorong pertama
6. Dhayani
Budha dalam stupa-stupa di tingkat Aruphadatu
7. Archa
Budha yang belum selesai. Menurut
beberapa pendapat berasal dari stupa induk, tetapi kebenarannya masih di
pertentangkan oleh para ahli dan kini masih merupakan tanda tanya.
Sejarah
Hidup Sang Budha Gotama
Sejarah hidup
sang Budha Gautama yang erat sekali hubungannya dengan Borobudur, di lukiskan
pada tembok induk, lorong I deret atas, berdasarkan Lalitawisata.
Bila
kita masuk gapura Timur, sang Bodhisatwa berada di surga Thusita dan
memberitahukan kepada dewa-dewa tentang penjelmaanya yang akan datang sebagai
manusia. Para dewa turun ke dunia, para Pratyeka Budha (orang yang telah
mencapai pengetahuan tinggi, tetapi belum dapat mengjarkannya kepada orang
lain) yang ada di dunia segera berangkat
ke surga.Sang Bodhwista memberi pelajaran kepada dewa-dewa di surga Tusita.sebelum
turun ke dunia , sang Bodhwiata menyerahkan mahkotanya kepada Maitreya, calon
pengganti Budha di dunia yang akan
datang . Para Dewa musyawarah tentang
wujud penjelmaan sang Bodhwiata didunia nantinya.
Gambar
raja Cuddhona dari Kapilawastu dan permaisuri Maya dalam kamarnya sebagai calon
orang tua sang Bodhwiata.Permaisuri dalam kamarnya sedang di hadapi dewi-dewi.
Para Dewa setuju mengantarkan sang Bodhwista ke dunia . Sang Bodhwista mendapat
penghormatan terakhir di surga Tusita.
Dengan
pengiring-pengiringnya, sang Bodhwista turun ke dunia. Dewi Maya bermimpi ,
bahwa seekor gajah putih telah masuk ke pangkuannya.Dewa-dewa menyampaikan
hormat dengan menyembahnya.Dewi Maya ke Hutan Acoka . Hal ini di gambarkan
dalam relief Borobudur yang ke 16 sampai
dengan ke 30.Gambar ke 31 sampai dengan ke 45, menceritakan peristiwa kelahiran yang diikuti kemangkatan Dewi Maya. sang Bodhwista
yang sejak lahir di tinggalkan ibunya ,diasuh oleh Dewi Gutami. Cinta kasih
Dewi Gutami kepada Bodhwista, tidak seperti putranya sendiri.
Dalam relief ini
menceritakan juga sang Bodhwista sejak kecil ,belajar di sekolah ,gurunya
pingsan melihat sang Bodhwista , sang Bodhwista menuju suatu dewa, sang
Bodhwista duduk di bawah sebatang pohon, sang Bodhwista kawin dengan Putri
Gopa.Kemenakan Raja Dewadata,karna dengki membunuh seekor gajah dengan sekali pukul. sang Bodhwista
melemparkan gajah itu sendiri dengan dua jari kaki hingga melampaui tembok
kota.Relief ke 48-75 menggambarkan peristiwa lanjutan sang Bodhwista mengikuti
sayembara ketangkesan , sejak dari ilmu hitung hingga memanah,yang mana sang
Bodhwista memperoleh kemenangan yang akhirnya ia dapat menikah dengan Dewi
Gopa. Tetapi, setelah menikah sang Bodhwista ingin meninggalkan keduniawian.
Sebenernya maksud sang Bodhwista di halang-halangi oleh orang tuanya secara
tidak langsung, dengan melalui berbagai cara agar sang Bodhwista mengurungkan niatnya.
Namun dengan keteguhan hatinya yang membaja sang Bodhwista tetap meninggalkan
isana untuk meneruskan tujuannya.
Relief 76 hingga
90, menggambarkan perjalanan sang Bodhwista sesudah meninggalkan istana dan
kisah perjalanannya hingga sang Bodhwista akan memperoleh wahyu sebagai Budha.
Relief 91 hingga
105, menceritakan sang Bodhwista setelah mendapatkan wahyu dan
rintangan-rintangan yang di hadapinya setelah mendapatkan wahyu. Segala godaan
dapat di atasinya hingga sang Bodhwista mendapat penghormatan dari para Dewa
dan Bidadari.
Relief 106
sampai 120, menceritakan para dewa agar sang Budha menyebarkan pengetahuannya.
Selanjutnya, Sang Budha mulai mengajarkan Agama Budha. Mula-mula ada yang
menentang tetapi akhirnya banyak murid-murid yang mengikutinya. Murid-muridnya
memandikan sang Budha dengan air telaga Padma, dan mulai sejak itu sang Budha
mulai mengajarkan Agama Budha.
3.4 Archa Budha Candi Borobudur di Masa
Sekarang
3.4.1 Tempat atau sarana Peribadahan atau Pemujaan
Candi Borobudur
dari dahulu hingga sekarang memang
sering digunakan oleh para umat untuk menganut ajaran budha untuk melakukan
peribadatan atau sebagai tempat pemujaan kepada Tuhan dan nenek moyang.Banyak
upacara-upacara yang di lakukan untuk menyembah Tuhan sekaligus pemujaan untuk mengenang para leluhurnya agar
budaya yang dianutnya tidak akan pernah luntur dan tetap ada sampai di masa
yang akan datang.
Bukan
hanya warga setempat yang melaksanakan peribadatan atau pemujaan di setiap
archa-archa yang berada di Candi Borobudur tetapi banyak pula umat Budha dari
kota-kota lain bahkan dari mancanegara.
Semoga para umat
yang melakukan pemujaan tidak hanya
sebagai peribadatan semata melainkan untuk tetap melestarikan adat istiadat
yang ada sejak dulu.
3.4.2 Aset Pemda dibidang
Pariwisata
Candi Borobudur
, setelah pemugaran tanpak indah , anggun dan mempesona,seolah-olah kembali ke
masa kejayaannya. Dengan di tandai semakin banyaknya pengunjung baik wisatawan nusantara ( dalam
negri ) maupun wisatawan Mancanegara ,dengan nyata bahwa Candi Borobudur
semakain menawan hingga daya tarik semakin besar.
Dengan utuhnya
kembali bangunan Candi Borobudur yang tentunya menambah kharisma ,sehingga baik
wisatawan dalam maupun luar negri di harapkan
semakin hari semakin bertambah.
Para wisatawan
datang untuk melihat indahnya archa-archa Budha yang terukir dan tertata secara
rapi dan menarik. Dengan adanya Candi Borobudur masyarakat sekitar Candi
tersebut terangkat perekonomiannya
karena sebagian besar dari mereka
bermata pencaharian sebagai
pedagang dan pemandu di Candi tersebut.
Sebelum para
wisatawan masuk ke daerah Candi Borobudur , wisatawan juga di tarik retribusi
yang telah di tentukan , dari retribusi
tersebut merupakan devisa tersendiri bagi pemda setempat.
3.4.3 Cagar Budaya Nasional
Candi Borobudur
ini selain sebagai daerah wisata yang terkenal , candi ini juga sebagai Cagar
Budaya Nasional, selain itu Candi
Borobudur juga warisan leluhur yang harus dijaga , agar tetap terjaga dan harus kita pelihara sebagai Cagar Budaya Nasional khususnya bagi
bangsa indonesia umumnya bagi dunia.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 SIMPULAN
Di dalam
penelitia ini, penyusun mengambil
kesimpulan bahwa Archa Budha Candi Borobudur merupakan salah satu bangunan atau yang keberadaannya sebagai bukti sejarah
nenek moyang kita. Penyusun juga telah mendeskripsikan tentang arti Archa Budha
Candi Borobudur di dalam naskah yang
telah di rangkum . Pada dinding Candi Borobudur terdapat ukiran-ukiran tentang
kerjasama jaman dahulu yang juga sering di sebut sebagai relief yang kini
menjadi peninggalan yang bersejarah.
4.2 SARAN
Dalam penyusunan
karya tulis ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam melakukan
penyusunannya, semoga pihak yang
berkaitan dengan karya tulis ini dapat memenuhi himbauan yang
kami sarankan sebagai berikut:
a. Penyusun menyarankan kepada pihak mengelola Candi Borobudur memiliki dan menyediakan buku-buku
bersejarah yang lengkap dan bermutu.
b. Penyusun menyarankan agar para pengunjung
dapat mengambil hikmah atau manfaat dari Candi Borobudur dan dapat melestarikannya.
c. Penyusun menyarankan kepada panitia
peneliti atau wisata pelajar agar dapat
mengkoordinasikan segala
macam program dengan baik.
Demikian saran
yang dapat kami sampaikan semoga pihak-pihak yang berkenan membaca karya tulis
ini dapat memaklumi adanya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Dhammadipa
Arama ,Yayasan . Riwayat Hidup Budha Ghotama, Jakarta.1981.
2.
Mar
Poerwantand , Ny. Candi Borobudur dan Taman Wisatanya,Alumni.Bandung,1985.
3.
Soedirman,
Drs . Borobudur Salah Satu Keajaiban Dunia, Yogyakarta,1980.
4.
Soekmono,
Dr. 1981. Candi Borobudur Pusaka Budaya Umat Manusia, Pustaka Jaya, 1981.
0 komentar:
Posting Komentar