BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hampir setiap bangsa di dunia
memiliki harapan dan cita-cita untuk hidup lebih baik, termasuk konsep
nilai-nilai dasar yang dianut bersama sebagai tatanan kehidupan bersama dalam
bentuk hukum dasar (konstitusi). Setiap bangsa akan memilih jalannya masing-masing
berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai produk kesepakatan bersama seluruh
rakyat, kemudian disahkan sebagai hukum dasar tertinggi dalam menyelenggarakan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Indonesia sebagai satu bangsa
juga demikian, memiliki hukum dasar yang disebut Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) yang disusun oleh para pendiri negara (founding fathers). UUD 1945
sudah empat kali diamandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), tetapi
banyak pengamat menilai hasil amandemen belum sepenuhnya menjamin
penyelenggaraan ketatanegaraan yang lebih baik, karena belum lengkap dan
sistematis sebagai satu hukum dasar yang komprehensif. “Lengkap” berarti
konstitusi itu mampu mengakomodir dan melindungi hak-hak fundamental rakyat,
mengatur secara jelas dan tegas fungsi serta kewenangan para penyelenggara
negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), serta tidak mengandung
kepentingan.
kelompok
tertentu. Sedangkan, “sistematis” mengandung arti, bahwa konstitusi harus memiliki
paradigma yang jelas, serta rumusan pasal-pasalnya disusun secara runtut yang tidak
saling bertentangan satu dengan yang lain, sehingga tidak menimbulkan
multi-tafsir yang dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Dilakukannya amandemen UUD 1945, karena sejak awal para pendiri negara (founding
fathers) secara eksplisit sudah menyatakan bahwa UUD 1945 adalah
konstistusi yang bersifat sementara. Untuk itu, disiapkan Pasal 37 sebagai
instrumen untuk melakukan perubahan sesuai dengan kondisi bangsa. Reformasi UUD
1945 perlu dilakukan, bukan hanya pada sifat kesementaraannya, tetapi juga
adanya persoalan elementer pada substansi rumusan pasal-pasalnya. Begitu
fleksibelnya beberapa pasal UUD 1945 asli, sehingga penguasa Orde Lama
dan Orde Baru begitu bebas menafsirkan sesuai dengan kepentingan kekuasaannya. Bahkan, Soeharto seolah-olah
mempersonifikasikan dirinya dengan UUD 1945, sehingga bila ada yang mengkritik
kebijakannya, dianggap menentang Pancasila dan UUD 1945 yang harus ditumpas.
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat sampai tahun 1971 sudah melakukan dua
puluh enam kali amandemen, sebagai refleksi dari keinginan menyusun konstitusi
yang lengkap dan sistematis. Konstitusi Amerika yang dibuat pada tahun 1787,
meskipun merdeka sejak tanggal 4 Juli 1776, tetapi baru sebelas tahun kemudian
terpikirkan untuk membuat konstitusi yang lengkap dan sistematis. Bahkan,
sepuluh amandemen pertama merupakan amandemen khusus tentang HAM.
Bandingkan dengan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang hanya
dilakukan empat kali. Amandemen pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999
(ST-MPR 999); amandemen kedua disahkan tanggal 18 Agustus 2000 (ST-MPR 2000);
amandemen ketiga disahkan tanggal 9 November 2001 (ST-MPR 2001); dan amandemen
keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 (ST-MPR 2002). Dari empat kali
amandemen, maka UUD 1945 terdiri atas: 20 Bab, 62 Pasal, 192 ayat, 3 Pasal
Aturan Tambahan, dan 2 Pasal Aturan Peralihan, tetapi tidak ada lagi
“penjelasan” pasal.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah awal naskah UUD 1945?
2.
Bagaimana proses amandemen?
3. Bagaimana kelebihan dan kekurangan
setiap pasal UUD 1945 yang sudah atau belum di amandemen?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Dengan
selesainya masalah ini penulis bertujuan untuk memberi wawasan pengetahuan
tentang kelebihan dan kekurangan UUD 1945 yang sudah atau belum di amandemen.
Dan selain dari pada itu,kami juga bertujuan untuk memenuhi tugas Konsep Dasar
PKN.
0 komentar:
Posting Komentar